Bagian Pertama Dari Dua Tulisan
Untuk menganalisis implikasi proyeksi penduduk terhadap pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki tiga kemungkinan yakni menghambat, menunjang dan tidak ada hubungan
Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi asset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat bagi pembangunan.
Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.
Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia. Dalam kaitan ini program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah satu program investasi pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang.
Dalam proyeksi tersebut, asumsi Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) ditetapkan bahwa secara nasional tahun 2015 sebagai waktu tercapainya NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Setelah TFR mencapai 2,1 maka akan diupayakan konstan sampai dengan tahun 2025. Sebagaimana tingkat nasional, apabila TFR suatu provinsi sudah mencapai TFR=2,1 juga akan diupayakan konstan. Untuk provinsi-provinsi yang saat ini mempunyai TFR di bawah 2,1 maka angkanya akan diturunkan hingga mencapai 1,6. Sementara itu jika suatu provinsi telah memiliki TFR di bawah 1,6 angkanya akan dipertahankan atau diusahakan konstan.
Berkenaan dengan fenomena permasalahan serta hasil proyeksi penduduk hingga 2025 tersebut di atas maka untuk mencoba mengurai beberapa hal yang relevan diantaranya adalah i) meninjau sejauh mana integrasi aspek kependudukan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi, (ii) mengupas pentingnya variabel penduduk dalam konteks perencanaan pembangunan bidang ekonomi meliputi persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan serta (iii)) implikasi hasil proyeksi untuk bidang-bidang ketenagakerjaan, dan kemiskinan.
Integrasi Aspek Kependudukan dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.
Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai "instrumen" atau salah satu "faktor produksi " saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.
Alternatif lain dari strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai "people centered development" atau "putting people first" Artinya manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi.
Penempatan manusia sebagai subjek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan manusia yaitu : kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Kebalikan yang pertama yang menekankan bahwa kualitas manusia yang meningkat dijadikan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.
Berdasarkan hasil Proyeksi penduduk tahun 2000-2025 dengan asumsi tersebut di atas diperoleh beberapa hal penting yaitu :
1. Jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,8 juta pada tahun 2000 menjadi 273,7 juta pada tahun 2025. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata pertahun selama periode 2000-2025 menunjukan kecenderungan terus menurun. Pada periode 2000-2025, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,36 persen per tahun. Pada periode 2020-2025 turun menjadi 0,98 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan penduduk ini diakibatkan oleh turunnya angka kelahiran dan kematian. Namun penurunan angka kelahiran lebih cepat daripada penurunan angka kematian crude birth rate (CBR) turun dari 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan crude date rate (COR) tetap sekitar 7 per 1000 penduduk pada kurun waktu yang sama.
2. Persebaran penduduk Indonesia antar pulau dan antar provinsi tidak merata. Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun yaitu dari sekitar 58,9 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau lain meningkat. Sebagai contoh, pulau Sumatera mengalami kenaikan dari 21 persen menjadi 23,1 persen selama periode proyeksi.
3. Persentase penduduk umur belum produktif (0-14 tahun) secara nasional menunjukan kecenderungan semakin menurun yaitu dari 30,7 persen pada tahun 2000 menjadi 22,8 persen pada tahun 2025. Sementara itu persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dari 64,6 persen pada tahun 2000 menjadi 68,7 persen pada tahun 2025, dan mereka yang berusia 65 tahun ke atas (sudah tidak prodiktif) naik dari 4,7 persen menjadi 8,5 persen. Perubahan struktur umur ini mengakibatkan beban ketergantungan atau dependency ratio turun dari 54,7 persen pada tahun 2000 menjadi 45,6 persen pada tahun 2025.
Proyeksi Jumlah Penduduk 2000 – 2025 (Dalam Ribuan)
USIA | 2000 | 2005 | 2008 | 2009 | 2010 | 2015 | 2020 | 2025 |
(0-14) | 62.969,0 | 61.981,0 | 61266.6 | 61016.5 | 60777.4 | 61822.8 | 62413.7 | 62385.8 |
(15-64) | 132.605,1 | 146280.9 | 154714.5 | 157496.8 | 160258.4 | 171067.3 | 180403.5 | 187715.7 |
(64-70+) | 9.557,9 | 10942.4 | 11798.0 | 12119.4 | 12441.6 | 14682.3 | 18187.8 | 23117.7 |
Total | 205132.0 | 219204.3 | 227779.1 | 230632.7 | 233477.4 | 247572.4 | 261005.0 | 273219.2 |
4. Terkait dengan perubahan dependency ratio, maka Indonesia akan mendapatkan demographic bonus (kondisi dimana dependency ratio berada pada tingkat yang terendah) selama 10 tahun yaitu antara tahun 2015 sampai 2025, dengan syarat TFR 2.1 atau NRR=1 dapat dicapai pada tahun 2015. Pada kurun waktu tersebut dependency ratio berada pada tingkat 0,4 sampai 0,5 atau disebut dengan "Window Opportunity".
5. Dengan asumsi penurunan fertilitas dan mortalitas serta perubahan struktur umur seperti diuraikan di atas, Indonesia akan mencapai "Replacement Level". (NRR=1) atau setara dengan TFR 2,1 pada tahun 2015. Beberapa provinsi yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara sudah mencapai tingkat NRR=1, jauh sebelum tahun 2015 yaitu pada periode tahun 1996-1999. Pada akhir periode proyeksi hampir semua provinsi telah mencapai "Replacement Level".
6. Angka harapan hidup, diperkirakan meningkat dari 67.8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6 tahun pada periode akhir proyeksi (2020-2025). Pada awal proyeksi, angka harapan hidup terendah terdapat di NTB (60,9 tahun) dan tertinggi di DI Yogyakarta (73,0 tahun). Pada akhir periode proyeksi, angka harapan hidup berkisar antara 70,8 hingga 75,8 tahun untuk provinsi yang sama seperti pada awal proyeksi.
Dengan hasil proyeksi tersebut berarti penduduk Indonesia dalam beberapa tahun mendatang akan terus meningkat jumlahnya. Hal ini dimungkinkan karena masih banyak jumlah perempuan dalam usia reproduksi sebagai akibat dari tingginya kelahiran di masa lalu.
Penduduk tidak lagi mengalami pertambahan (Zero Population Growth=ZPG) setelah dalam jangka waktu yang panjang (minimal satu generasi) telah mencapai tumbuh seimbang yang diperkirakan akan dicapai pada tahun 2050 dengan jumlah penduduk 293 juta jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar